PERNYATAAN AHOK, KESADARAN MASYARAKAT, DAN PERMAINAN POLITIK
Beberapa hari yang lalu media sedang
menayangkan kasus Ahok secara terus – menerus dan berulang – ulamg. Kasus yang
menjerat calon gubernur DKI Jakarta Petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
ini sedang marak menajdi perbincangan publik dan mengerahkan banyak massa dalam
aksi beberapa hari terakhir. Gubernur DKI Jarkarta tersebut telah membuat
pernyataan yang membuat berbagai kalangan warga masyarakat Indonesia ‘gerah’
akan sikap dan aksinya yang ceplas – ceplos. Spontan saja, pernyataan
pengutipan Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 51 tersebut menjadikannya viral di
media massa apalagi setelah adanya tindakan pengeditan video yang berdurasi
sekitar satu jam tersebut. Pernyataan Ahok dalam video tersebut pada saat
kunjungan ke Kepulauan Seribu kepada para nelayan membahas masalah kebijakan
atau program yang akan direalisasikan pada 2017.
Maksud hati pembelaan diri, alhasil
Ahok yang memiliki karakter keras tersebut tersandung kasus yang diduga
penistaan agama. Salah satu pernyataannya adalah “…jangan mau dibohongi pakek
surat al maidah ayat 51…”, pernyataan inilah yang memboyong Ahok
berhadapan dengan umat muslim Indonesia karena diduga kuat menyebarkan dan menghina ayat suci Al Qur’an. Entah belum jelas maksud Ahok hingga saat ini meskipun ia telah melayangkan pembelaan bahwa bukan maksudnya menghina Al Qur’an namun banyak para cendekiawan muslim yang menentang pernyataannya tersebut. Akhirnya, massa muslim yang geram akibat pernyataan si gubernur tersebut mengadakan aksi bela Islam damai yang dilaksanakan pada 4 November 2016 di Jakarta.
berhadapan dengan umat muslim Indonesia karena diduga kuat menyebarkan dan menghina ayat suci Al Qur’an. Entah belum jelas maksud Ahok hingga saat ini meskipun ia telah melayangkan pembelaan bahwa bukan maksudnya menghina Al Qur’an namun banyak para cendekiawan muslim yang menentang pernyataannya tersebut. Akhirnya, massa muslim yang geram akibat pernyataan si gubernur tersebut mengadakan aksi bela Islam damai yang dilaksanakan pada 4 November 2016 di Jakarta.
Pangkal dari pernyataan Ahok yang
kontroversial itu tak lain dari maraknya isu – isu publik yang mengatasnamakan
umat Islam diharuskan memilih pemimpin dari kalangannya sendiri yakni yang
beragama Islam. Seperti yang kita ketahui, Ahok yang beragama Nasrani dan
berkepribadian keras tersebut telah memimpin Jakarta sepeninggal Mantan
Gubernur DKI Joko Widodo berada pada kursi kepresidenan. Banyak yang mengaitkan
masalah Ahok dengan politik dikarenakan terdapat orang – orang yang terlibat
dalam politik juga turut bersuara dalam aksi 411 tersebut. Meskipun banyak
pihak yang menampik hal itu, tak dapat dielakkan lagi beberapa orang politik
turut menggandeng ulama – ulama yang bersikeras menuntut Ahok ke pengadilan
karena kasus penistaan agama. Meskipun Kapolri Jenderal Tito Karnavian
menegaskan jangan limpahkan urusan agama dengan politik, namun tak dapat
dipungkiri bahwa pernyataan Ahok yang terlontar saat kunjungan di Kepulauan
Seribu waktu itu juga membawa unsur – unsur politik, mengingat pada saat ini
Ahok sedang mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di DKI. Akibat dari
pernyataannya yang mungkin saja berpolitik tersebut, Ahok pun menuai masalah
yang juga dikaitkan dengan politik, meskipun para petinggi negara seperti Jusuf
Kalla menghimbau agar kasus ini diproses secara hukum, namun unsur – unsur
perpolitikan pun tak mungkin dapat dihindari.
Pasca pernyataan yang kontroversial
tersebut, hal itu menimbulkan tindakan – tindakan pembelaan yang dilakukan
beberapa ormas Islam dan melibatkan orang – orang terkemuka dalam keagamaan
seperti Habib Rizieq dan Abdullah Gymnastiar. Beberapa organisasi massa lain
seperti organisasi mahasiswa pun turut dalam aksi bela Islam tersebut. Aksi tersebut
didorong oleh sikap masyarakat yang kembali tersadar akan pentingnya menjaga
kesucian kitab suci Al Qur’an, apalagi sampai dihina dan dilecehkan. Aksi yang
terlaksana pada tanggal 4 November 2016 itu menyisakan berbagai pertanyaan
publik. Di antaranya adalah keberadaan musisi Ahmad Dhani yang turut bersuara
dalam hal tersebut. Saat ini pula, musisi yang memiliki nama lengkap Ahmad
Dhani Prasetyo tersebut sedang mencalonkan diri menjadi wakil bupati Bekasi,
dan senyatanya Ahmad Dhani telah dikenal sebagai ‘musuh’ Ahok. Berulang kali ia
mengeluarkan pernyataan penentangan terhadap sikap Ahok dalam memutuskan
kebijakan di DKI. Banyak pihak yang menanyakan kembali akan sikap Ahmad Dhani
tersebut hingga saat ini Dhani pun disebut tersangka dalam penghinaan presiden
sebagai lambang negara di aksi 411. Apa iya itu bukan campur tangan politik?
Agama dan politik merupakan unsur
yang terdapat di dalam sebuah negara dan dapat mempengaruhi jalannya
pemerintahan. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan begitu saja mengingat
warga negara merupakan orang yang
beragama dan pemangku kepentingan atau stakeholder
juga turut beragama. Keberadaan negara sebagai superordinat juga membawahi
agama dan politik sebagai subordinat. Terkadang, agama atau pun politik menjadi
acuan utama dalam berjalannya kebijakan di sebuah negara. Negara yang memiliki
bentuk pemerintahan apapun tak luput dari unsur politik dan agama di dalamnya.
Agama dan politik semacam simbiosis di dalam kenegaraan, sehingga kedua hal
tersebut ada secara berdampingan. Negara – negara Timur Tengah menjadikan
negara teokrasi di dalam pemerintahannya dan negara – negara di Eropa turut
memisahkan politik dan agama dalam kehidupan bernegara. Bahkan, sosiolog
Perancis Auguste Comte memberikan pernyataan perkembangan masyarakat dari tahap
teologis, metafisik, dan positivistik. Hal ini merupakan dua unsur yang berdampingan
namun diusahakan mendominasi dan menghilangkan satu sama lain.
Negara memang tak luput dari peran
politik di dalamnya. Tanpa politk negara serasa tiada apa – apanya karena
politik merupakan cara ‘bermain’ dalam sebuah negara. Di samping itu, agama
merupakan suatu hal yang pasti ada di sebuah negara. Tidak peduli bentuk negara
seperti apa dan bagaimana pemerintahannya pun, masyarakatnya juga memeluk agama
dan seringkali mengaplikasikan nilai – nilai agama dalam kehidupan bernegara. Perpolitikan
di negara manapun memiliki cara yang berbeda – beda termasuk dalam hal agama
dan poltik. Di negara – negara Timur Tengah misalnya, agama merupakan suatu hal
yang mendominasi dalam kesehariannya bahkan mempengaruhi suatu pemerintahan.
Hukum yang terdapat di negara pun juga mengacu pada agama, sehingga menjadikan
negara sebagai negara teokrasi yang menjunjung nilai – nilai keagamaan. Berbeda
dengan beberapa negara – negara di Eropa yang berusaha mengesampingkan unsur
agama dalam pemerintahan dan menjunjung politik secara murni dan justru
mempengaruhi agama. Hal ini merupakan dominasi dari peran politik di berbagai
sektor kehidupan bernegara termasuk keagamaannya.
Tak dapat dipungkiri memang ketika
Ahok memberikan ‘kejutan’ bagi warga masyarakat muslim di Indonesia akan
pernyataannya tersebut. Banyak yang mengkaitkan Ahok geram dengan ‘jegal –
jegal’ pihak yang mengubungkan dirinya dengan larangan pemilihan pemimpin
nonmuslim seperti yang tertera pada ayat Al Qur’an tadi. Apalagi media massa
baik cetak dan online sering membahas masalah tersebut. Hingga dilaksanakannya
aksi bela Islam 411 dan berlanjut pada 212 masih menyisakan perhatian publik.
Akibat dari aksi tersebut pula muncullah ‘kritikus anyaran’ jebolan kasus Ahok
yang seolah – olah atau memang nyata adanya kembali tersadar akan fitrahnya
sebagai muslimin muslimat dan sebagai warga negara Indonesia. Kembali
masyarakat sadar dengan menunjukkan citra – citra berupa mereproduksi tulisan –
tulisan di media massa yang menggambarkan pentingnya menjaga keutuhan NKRI.
Banyak yang mengkritik, mencela, dan seakan – akan memberikan solusi, ada pula
yang menekankan keberagaman dalam harmoni negeri ini. Hingga bersemaraknya
aneka diskusi yang dikemas secara menarik baik di televisi maupun diskusi –
diskusi lain yang intinya sama membahas Ahok dan NKRI bahkan ada yang
mengadakan parade budaya dengan alasan substansi mengingatkan pada fitrahnya
sebagai warga NKRI dan menjaga kebudayaan meski di dalamnya ditunggangi aktor –
aktor politik. Apakah itu belum juga menujukkan sebagai unsur politik?
Kembali mengingat sikap masyarakat
Indonesia yang ‘kembali ke fitrahnya’ akibat dari pernyataan Ahok tadi, hingga
memunculkan permasalahan baru berupa terpecahnya pendapat ulama – ulama Islam
Indonesia yang menilai pernyataan dari Gubernur DKI itu. Ada yang menilai
berupa penistaan agama dan mendesak diusut tuntas kasus ini ke ranah hukum
namun ada yang memberikan pernyataan bahwa Islam memang agama yang suci dan tak
perlu lagi diragukan kesuciannya. Entah siapa yang benar atau bagaimana cara
membenarkan, dari sikap dan pernyataan Basuki itulah dapat ditelisik bagaimana
sebuah politik muncul atas dasar agama atau bagaimana sebuah politik ingin
tetap melancarkan aksinya di tengah perpolitikan berbau agama dan bagaimana
masyarakat Indonesia booming dengan
status – status di akun media sosialnya hingga bermunculan para penulis seperti
pakar agama dan kenegaraannya. Bahkan seolah – olah seperti tersadarkan, Ahok
memberikan ruang kepada publik untuk mengingat akan pentingnya menjunjung agama
dan keberagaman di dalam negara. Sebelumnya belum pernah terjadi aksi bela
Islam sebegini banyaknya dan euphoria media
massa yang membahas Indonesia. Ya, itulah realitas empirisnya.
Gambar diambil dari dakwatuna.com
Komentar
Posting Komentar